Sejarah Desa
1. Sejarah Desa Sawangan
Menurut cerita yang diperoleh, Desa Sawangan masih ada kaitan erat dengan lokawisata Gunung Putri. Dimana cerita gunung putri ini dapat dilihat sejelasnya di artikel SEJARAH GUNUNG PUTRI. Menurut cerita Gunung putri bahwa dahulu kala ada 2 kerajaan yang mengawali asal muasal terjadinya nama Gunung Putri. Dimana cerita ini sudah hampir tidak dikenal lagi dikalangan warga masyarakat sekitar dikarenakan kepedulian terhadap generasi penerus terhadap informasi sejarah mengenai Gunung Putri. Untuk itu kami sampaikan informasi yang saya dapat dari orang - orang terdahulu.
KISAH KERAJAAN PAJAJARAN
Alkisah diceritakan bahwa dikerajaan Pajajaran mempunyai beberapa putra mahkota. Dimana semuanya berpotensi menjadi raja berikutnya. Nama para pangeran itu yaitu :
- Banyak Catra
- Banyak Blabur
- Banyak Ngangsar
- Banyak Ngampar
Selayaknya para anak raja, mereka mempunyai seorang guru yang sangat sakti dan hebat. Baik ilmu beladiri / olah kanuragan maupun olah kejiwaan. Semua belajar dengan sangat rajin dan serius sehingga tumbuhlah menjadi pemuda – pemuda yang mumpungi.
Alkisah diceritakan bahwa yang akan menjadi raja adalah putra sulung yaitu Pangeran Banyak Catra. Namun dalam kenyataanya ada sang adik yang ingin menjadi raja sehingga terjadi perebutan gelar putra mahkota, dengan berbagai pertimbangan akhirnya sang raja memberikan tugas kepada semua putra – putranya untuk melakukan semedi disuatu tempat menurut instruksi sang Guru.
Kisahpun berlanjut. Para pangeran melakukan semedi atas dasar perintah dari sang raja. Semua menjalani dengan sangat serius, namun disini dipilihlah yang terbaik dari yang baik. Para remaja tanggung itu memang remaja yang hebat – hebat. Alkisah semedi yang paling sempurna jatuh pada pangeran Banyak Catra, sehingga sang guru menghampirinya dalam ghaib dan memberikan cinderamata berupa Cincin Perubah Wujud. Dimana bila cincin itu dipakai maka akan berubah menjadi seekor kera dengan julukan LUTUNG KASARUNG.
Untuk menjadi seorang raja tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan. Seorang raja yang hebat haruslah raja yang punya pengalaman / petualangan yang luas dan mempunyai seorang permaisuri yang hebat pula. Untuk melengkapi persyaratan itulah kemudian Pangeran Banyak Catra diperintahkan ayahnya untuk mengadakan petualangan.
Alkisah diceritakan bahwa dalam berpetualangan tidak boleh menunjukan jatidiri pada orang lain, sehingga perjalanan petualang ini dilakukan seorang diri dan menyamar menjadi orang biasa dengan nama KAMANDAKA. Setelah beberapa tahun sampailah kamandaka di kerajaan PASIR. Letaknya di Karang Lewas PURWOKWERTO. Disana kamandaka menjalani kehidupan layaknya rakyat biasa.
KISAH KERAJAAN PASIR LUHUR (sekarang di wilayah Karang Lewas, Purwokerto, Jawa Tengah)
Diceritakan bahwa dikerajaan Pasir sang Raja memiliki 9 anak, dan semuanya putri. Diantaranya yang dikenal yaitu :
- Dewi Purba Larang
- Dewi Purba Sari
- Dewi Rantam Sari, dan sebagainya
Dari kesembilan itu yang paling menarik dan yang paling cantik adalah putri yang terakhir yaitu Dewi Rantam Sari, karena paling cantik dan paling menarik itulah dewi Rantam Sari mendapat julukan Dewi CIPTOROSO yang artinya seorang dewi / putri yang dapat menCIPTAkan RASA suka dan tertarik jika melihatnya.
BERTEMUNYA KAMANDAKA & DEWI CIPTO ROSO
Alkisah diceritakan bahwa suatu hari sang Dewi Cipto Roso berjalan – jalan di lingkungan kerajaan, dan pada suatu tempat ada seorang pemuda yang sedang mengadu jago dipasar, melihat Dewi Cipto Roso berjalan – jalan. Karena kecantikan paras dan perilakunya akhirnya sang pemuda yaitu KAMANDAKA menaruh hati pada DEWI CIPTO ROSO yang telah menciptakan rasa suka dan cinta dihatinya.
Sang pemuda yaitu kamandaka merasa penasaran dengan kecantikan sang Dewi Cipto Roso, sehingga terus menerus mencari informasi dan cara untuk dapat mendekatinya. Diceritakan pada suatu hari di tempat untuk bersantai oleh Dewi Cipto Roso, ia melihat ada monyet sendirian yang berkeliaran disekitar tempatnya sehingga memerintahkan prajurit untuk menangkapnya. Memang hal tersebut yang diinginkan si monyet maka monyet pun dengan senang hati ditangkap dan dijadikan teman bermain oleh Dewi Cipto Roso.Pada saat Dewi Cipto Roso sendirian, si monyet LUTUNG KASARUNG berubah menjadi sosok pemuda yang sangat tampan bernama KAMANDAKA. Akhirnya mereka saling menaruh hati dan saling mencintai.
Raja Pasir merasa janggal dan curiga melihat putri bungsunya mempunyai kegemaran ngobrol dengan seekor monyet yang ternyata bukan monyet sembarangan. Monyet itu akan berubah menjadi manusia hanya bila berdua saja dengan Dewi Cipto Roso.
ALASAN TIDAK DIRESTUI HUBUNGAN KAMANDAKA & DEWI CIPTO ROSO
Seperti pepatah bahwa “Sepandai – pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga” sepintar pintarnya menyembunyikan jati diri si monyet akhirnya ketahuan jugaoleh raja pasir bahwa monyet itu adalah monyet yang dapat berubah menjadi manusia. Raja Pasir sangat marah dan tidak setuju anak bungsunya berpacaran dengan rakyat biasa yang bukan keturunan raja apalagi monyet KAMANDAKA juga dikenal seorang pencuri handal dijuluki MALING JULIG.
Suatu ketika pada waktu monyet LUTUNG KASARUNG berkunjung ketempat Dewi Cipto Roso, digrebeglah si monyet itu akan dibunuh, tapi berkat kelinuwihan ilmunya si monyet lutung kasarung akhirnya berubahlah menjadi kamandaka. Kamandaka berusaha menghindari perkelahian dengan berlari terus sampai di tepi sungai. Karena terdesak akhirnya Kamandaka / Banyak Catra terjun kesungai yang sangat dalam tersebut. Diceritakan bahwa sungai tersebut ternyata ada penguasa yang menghuninya yaitu seekor naga yang sangat buas. Melihat ada mangsa manusia terjun kesungai, sang naga pun dengan sigapnya langsung menerkam, tetapi karena kamandaka memang pemuda yang cukup tinggi ilmu beladirinya akhirnya kamandaka dan ular naga pun bertanding sampai naga tersebut mati. Kematian naga tersebut berubahlah menjadi sebatang ranting yang bila dipakai tidak merasa diair, tetapi seperti biasa saja di daratan. Hal inilah yang menyebabkan salah satu factor Kamandaka menjadi selamat dari kepungan Prajurit Kerajaan Pasir.
DIJODOHKAN DEWI CIPTO ROSO & PRABU PULE BAHAS
Sebagai ayah, Raja Pasir sangat malu putri terakhirnya pacaran dengan orang biasa, sehingga diperkenalkan Dewi Cipto Roso dengan seorang raja dari cilacap yang bernama PRABU PULE BAHAS.
Diceritakan bahwa pinangan prabu Pule Bahas dengan sangat terpaksa diterima oleh Dewi Cipto Roso. Pernikahan akan segera dilaksanakan tetapi Dewi Cipto Roso mengajukan syarat atas usulan dari LUTUNG KASARUNG. Syarat itu adalah Prabu Pule Bahas supaya menggelar kain putih dari Kerajaan Pasir sampai Cilacap. Karena sangat ingin memilikinya maka Prabu Pule Bahas pun ternyata berhasil melaksanakannya. Akan tetapi ternyata pada saat penggelaran kain selesai munculah seekor monyet yang menyerang Prabu Pule Bahas sampai kocar – kacir. Alkisah diceritakan bahwa Prabu Pule Bahas akhirnya digulung jasadnya oleh Lutung Kasarung atau Banyak Catra sampai ke Cilacap dan masuklah jasad Prabu Pule Bahas ke Laut Selatan sehingga berubah menjadi BUAYA PUTIH.
Kabar berita kematian Prabu Pule Bahas sontak membuat para prajurit dan rakyatnya marah kepada Kerajaan Pasir. Akhirnya prajurit dari Kerajaan Cilacap menyerang Kerajaan Pasir dengan adu tanding sesame prajurit denggan saling BERADU atau GOL – GOLAN di dekat kerajaan Pasir. Sehingga tempat tersebut sampai sekarang di namakan DESA PEJOGOL.
DIJODOHKAN DEWI CIPTO ROSO & ADIPATI MRUYUNG
Sang Raja Pasir tidak kehabisan akal untuk menikahkan putrinya yaitu Dewi Cipto Roso. Diceritakan bahwa Raja Pasir akhirnya menjodohkan Dewi Cipto Roso dengan bangsawan dari Ajibarang yang bernama ADIPATI MRUYUNG. Diceritakan bahwa Adipati Mruyung adalah orang yang sangat kaya dan sakti. Kesaktiannya belum ada yang mengalahkannya. Adipati Mruyung meminang Dewi Cipto Roso dengan membawa berbagai macam hasil bumi yaitu sembako dengan jumlah yang sangat banyak.
Adipati Mruyung meminang Dewi Cipto Roso tapi sebelum sampai di kerajaan Pasir rombongannya dihadang oleh seekor monyet LUTUNG KASARUNG yang ternyata adalah Kamandaka. Kamandaka berusaha keras membubarkan rombongan Adipati Mruyung. Meskipun seorang diri ternyata Kamandaka berhasil memaksa dan memukul mundul rombongan Adipati Mruyung sampai babak belur. Disuatu tempat diceritakan bahwa sembako BERAS yang dibawa oleh rombongan Adipati Mruyung sampai tumpah berhamburan, tempat itu sampai sekarang disebut dengan nama GERBEAS. Rombongan Adipati Mruyung mundur terus sampai disuatu tempat Cabe/Lombok CENGIS yang dibawanya tumpah juga, dan sampai sekarang tempat tersebut diberi nama KARANG CENGIS, ada di Desa Lesmana. Kekalahan yang dialami Adipati Mruyung sangat parah, pertarungan dengan Kamandakapun sangat sengit dan berakhirnya pertarungan ini ketika Adipati Mruyung meninggal dunia.
Alkisah setelah pertarungan berakhir Kamandaka lari kearah selatan dan istirahat untuk melaksanakan solat DUHUR di waktu LINGSIR /sianghari, konon tempat tersebut dikenal dengan nama PASIR LUHUR, ada di Desa Sawangan.
Meninggalnya Adipati Mruyung dimakamkan dengan baik oleh penduduk Desa Ajibarang. Konon menurut cerita siang hari dimakamkan dan tengah malam keluar suara meledak yang ternyata adalah jasad Adipati Mruyung yang keluar dari pemakamannya. Oleh warga sekitar dikubur/dimakamkan kembali pada siang hari dan keluar lagi pada tengah malam, berulang dan berulang sampai akhirnya sampai sekarang dibiarkan tetap berada diatas pemakaman sampai mengeras dan membatu. Menurut cerita yang beredar hal ini terjadi karena Adipati Mruyung semasa hidupnya menggunakan SUSUK untuk kesaktiannya dan bumi tidak mau menerima jasad orang yang memakai susuk. Ceritapun berlanjut.
MINGGATNYA DEWI CIPTO ROSO DARI KERAJAAN PASIR LUHUR
Dewi Cipto Roso merasa sakit hati karena cintanya tidak direstui dan sangat tidak senang jika dirinya selalu dijodohkan oleh orang tuanya. Diceritakan karena galaunya hati Dewi Cipto Roso akhirnya kabur dari kerajaan untuk pergi mencari cintanya. Disuatu tempat sampailah ditempat yang sangat bagun pemandangannya, dalam bahasa jawanya “jan genoh koh di SAWANG – SAWANG apik tenan” maka untuk mengenang tersebut yang indah maka di kasih nama DESA SAWANGAN. Perjalanan terus dilakukan sampai akhirnya Dewi Cipto Roso kelelahan dan duduk – duduk /MUNGGUH – MUNGGUH ditempat yang lumayan tinggi, dan sampai sekarang tempat itu diberi nama Grumbul MUNGGUHAN yang ada di Desa Sawangan
Perjalanan terus dilakukan di pedesaan dan sampailah Dewi Cipto Roso di hutan Belantara. Didalam hutan karena berjalan terus menerus akhirnya kecapean dibawah kayu besar yang rindang dengan duduk diatas batu elips. Sambil menangis Dewi Cipto Roso pun berbicara sendiri mengenai nasibnya. Dan didalam hutan inilah Sang Dewi Cipto Roso dikenal menghilang dengan raganya saat mau dicari oleh prajuritnya dari kerajaan PASIR LUHUR.
Sejak berdirinya Desa Sawangan, pada awal mulanya adalah desa yang terpencil dan termasuk dalam katagori Desa Tertingal dan terisolir, keadaan rumah penduduk juga masih sederhana dan jumlahnya baru sekitar 40 KK yang jarak antara rumah ke rumah masih sangat jauh.
Kondisi jalan pada masa itu masih berupa tanah, untuk berbelanja kepasar atau pun bersekolah ke Ajibarang mereka harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama satu jam lebih melewati Desa Pancasan dan selanjutnya diteruskan naik delman ataupun masih jalan kaki ketempat tujuannya, perhatian Pemerintah di bidang Kesehatan pun terhambat dan lainnya pun mengalami hambatan, dengan keberadaan seperti itu sudah barang tentu sangat berdampak bagi keterlambatan Komunikasi dan Informasi yang diterima oleh masyarakat dari berbagai sektor.
Seiring dengan perkembangan Zaman, pembangunan di Desa Sawangan dari Tahun ke tahun mulai nampak perubahan, pembangunan di desa akan berkembang dan berjalan dengan lancar apabila didukung oleh beberapa sektor baik sarana dan prasarana maupun kinerja Aparatur Pemerintah Desa dan lembaga lainya yang bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Denganmelibatkan masyarakat secara terpadu dan menyeluruh disegala kegiatan yang dilaksanakan mulai dari perencanaan sampai dengan penyelesaiaannya.
2. Legenda Desa Sawangan
Berdasarkan dari beberapa narasumber dan juga berbagai informasi yang kami peroleh, kami berupaya mencari sumber informasi sejarah berdirinya Desa Sawangan, dari beberapa koresponden yang telah kami temui terutama para tetua dan tokoh masyarakat didesa, bahwa kronologinatau sejarah Desa Sawangan kurang lebihnya sebagai berikut :
Konon ceritanya pada zaman dahulu kala, awal kisah dari Adik ipar Sang Adipati Mruyung menikah dengan Putra Adipati Pasir Luhur, karena ada penghianatan dari Kadipaten Ajibarang yaitu Senopati Kentol Ireng dia jatuh cinta pada Dewi Rantansari tapi dia takut untuk mengutarakannya,Sang Adipati sudah terlanjur menerima lamaran/pinangan Adipati Pasir Luhur, setelah hari penentuan jadi senopati Kento Ireng membuat ulah untuk menggagalkan pernikahan Dewi Rantansari dengan Putra Adipati Pasir Luhur. Pada waktu itu dia mau ke Ajiabarang dipetuk dengan tembakan meriam diiusukan bahwa mau perang, akhhirnya lari tunggang langgang sehingga penikahan gagal, Dewi Rantansari melarikan diri karena merasa malu pernikahannya gagal bersama biyung emban yang bernama Nyai Kertisari, Dewi Rantansari menelusuri sungai sampai di Kedung Lempung bekal Sang Dewi yang berupa Nasi Ketan tercebur lebur hanyut terbawa arus sungai, sebagai peringatan nama tersebut di namakan Tajur, dia meneruskan perjalanan ke timur tapi ditengah perjalanan ada perampok/begal tepatnya di Kaligadungan, lalu sang dewi berbalik arah naik kebukit, dari atas bukit situ sang Dewi menangis sambil memandang ke arah timur dimana arah kadipaten Pasir Luhur berada bertepatan pada saat Dzuhur,tempat ini dinamakan sebagai peringatan Pasir Luhur, namun seketika Sang Dewi memandang keselatan seketika itu juga rasa sedihnya sedikit terobati karena melihat pemandangan yang sangat asri/elok, sang Dewi mengajak biyung emban Kertisari untuk melanjutkan perjalanan kearah selatan menuju tempat yang di pandang dari atas bukit pasir luhur tersebut sangat indah, sampailah sang Dewi ketempat yang di tuju, beliau istirahat dengan mandi dan mencuci baju, sebagai peringatan sang Dewi berucap Tempat yang dipandang/disawang Indah/Arsi tersebut kalau menjadi Desa dinamakan Sawangan sedangkan sendang yang untuk mandi sang Dewi diberi nama Tirta Handayani Banyumudal. Dari situlah Nama Desa Sawangan.
Desa Sawangan adalah desa yang memiliki dataran sedang dan sedikit berbukit, ketinggian Desa Sawangan lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Ajibarang yang berjarak 6 KM di sebelah ujung selatan Ajibarang, Desa Sawangan juga merupakan Lintasan Jalur Transportasi Alternatif Kabupaten yang menghubungkan Kecamatan Ajibarang dengan Margasana Jatilawang.
Sebagaimana desa-desa lain, Desa Sawangan terbagi menjadi tiga dusun dan memeiliki beberapa grumbul atau dukuh yang masing-masing memiliki cerita asal muasal yang tidak saya kupas dalam cerita ini. Adapun grumbul/dukuh yang ada antara lain, Wilayah Dusun I terdiri dari Grumbul Mungguhan,Gualangu,Sawangan,Cidora,Kali Gadungan,Pawungkalan,Pasir Luhur dan Igir Kopeng. Dusun II adalah Grumbul Gunung Putri, Dukuh Manis dan Sutrabrata, sedangkan Dusun III adalah Grumbul Tigasan,Depok,Pacikalan dan Karanglaban
Untuk mata pencaharian penduduk yang mayoritas Pra KS adalah Petani Penderes Gula Kelapa, meskipun pekerjaan yang digelutinya merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi bahkan sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa dan belum ada asuransi jiwa namun mereka sabar dan tekun demi untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, hal tersebut mungkin perlu ada perhatian khusus dari Pemerintah.
Dilihat dari segi Potensi sumber daya alam, meneurut informasi dari kalangan ahli geologi dan masyarakat, Desa Sawangan memiliki area yang diperkirakan terdapat kandungan batu-batu berharga atau batu permata dan oleh penduduk selalu dijaga kelestariannya adapun lokasi tersebut tepatnya diarea lahan kosong Cidora, yang sekarang ini sebagian sudah terjual pada investor untuk bahan baku PC.